Selasa, 04 Januari 2011

Revolusi Nasional dan Revolusi Sosial

Mengingat tjorak dan woedjoed serta peristiwa-peristiwa jang berlakoe dalam ‘alam-‘alam perdjoeangan diatas itoe, maka pada garis besarnja bolehlah perdjoeangan jang berkenaan dengan peroebahan masjarakat tjepat (revolusi), menoeroet sifat dan tabi’at jang terkandoeng didalamnja, dibagi atas 2 bagian:
 
(1). Revolusi Nasional, ialah segala peroebahan jang mengenai Negara kita ‘dari dalam keloear, jang bahwa sekali menolak tiap-tiap pendjadjahan perdjoeangan menoentoet pengakoean Doenia Internasional atas Hak Kemerdekaan Kita. Revolusi Nasional itoe boleh mengeloearkan “diplomasi” dan boekan poela meroepakan pertem-poeran ra’jat sebagai soeatoe bentoek jang njata, bahwa ra’jat Indonesia soenggoeh-soenggoeh tidak menjoekai pendjadjahan jang manapoen djoega. Dilihat sepintas laloe, maka kedoea djalan ini atjapkali tampaknja berselisihan,bahkan adakalanja bertentangan dan bertikaian. Padahal sesoenggoehnja kedoea oesaha itoe (“diplomasi” dan “pertem-poeran”) haroes dilakoekan, dimana perloe dan seberapa perloenja. Sebab tiada harganja soeara Indonesia bergelora dimedan pertjatoeran internasional, menoentoet pengakoean Doenia atas Hak Kemerdekaan Negara kita (“diplomasi”), djika dibelakang “moeloet diplomasi” itoe tidak terambing dan diselenggarakan gerakan dan perdjoeangan ra’jat, jang sewaktoe-waktoe sanggoep mempertahankan Kemerdekaannja dan menegakkan Kedaulatan Negaranja (Repoeblik Indonesia).

Dalam hal ini, jakinlah tiap-tiap Moeslim, bahwa fardloe-‘ain lah jang menoentoet dan mendorang dirinja, bagi menolak tiap-tiap pendjadjahan, melakoekan Djihad fi-sabilillah bima’na qital atau ghazwah, dengan harta dan djiwanja, dan apapoen djoega jang dikehendaki oentoek koerban pada djalan jang soetji itoe. Sedang tiap-tiap warga Negara Indonesia jang lainnja tidak djoega terlepas daripada pertanggoengan beban dan wadjib jang oetama -sebagai seorang warga daripada sesoeatoe Negara jang telah merdeka–, oentoek mempertahankan dan menegakkan Kedaulatan Negaranja, dengan tiap sjarat dan masjroet, jang dikehendaki pada djalan jang, jang moelia itoe. Di balik itoe, maka haramlah bagi tiap-tiap Moeslim, mempoenjai sikap dan pendirian “menerima dan ridlo didjadjah oleh siapapoen djoega.”

(2). Revolusi Sosial, ialah sifat kedoea daripada perdjoeangan Oemmat, jang meng-hendaki peroebahan masjarakat dari dalam kedalam, didalam negeri sendiri, oleh bangsa sendiri dan bagi kepentingan Negara kita sendiri. Revolusi Sosial ini berlakoe atau tidak berlakoe disesoeatoe tempat atau daerah, tergantoeng semata-mata kepada matang atau mentahnja sesoeatoe ikatan masjrakat, ditempat atau daerah itoe, dan bersangkoetan langsoeng dengan keadaan dan peristiwa jang berlakoe didalam daerah itoe. Lagi poela, Revolusi Sosial itoe tidak dapat dilakoekan oleh saban orang, dalam arti kata segenep ra’jat, melainkan dilakoekannja oleh sebagian dari pada ra’jat, menoeroet golongan, tingkatan atau ideologi, jang berlakoe didaerah itoe.

Djika Revolusi Sosial itoe mendjadi wadjib poela atas kita, maka dalam pandangan hoekoem masjrakat (sosiologis) dan sepandjang tindjauan hoekoem Agama, bolehlah kiranja kita masoekkan dalam bagian fardloe-kifajat, ialah kewadjiban jang dianggap soedah tjoekoep sempoerna dilakoekan, bilamana sebagian daripada Oemmat telah menjelesaikannja.

Sjahdan, maka djika kita bandingkan kedoea sifat perdjoeangan itoe (Revolusi Nasional dan Revolusi Sosial, maka jang pertama boleh kita namakan Djihad-oel- Asgrar dan jang kedoea Djihad-oel-Akbar. Selain daripada itoe, sebagai tambahan bolehlah poela ditjantoemkan sifat perdjoeangan jang ketiga, jang hanja mengenal diri seorang (individueel, sjachsijah), jang oleh karenanja boleh dinamakan : Revolusi Diri, atau Revolusi Pribadi, atau Revolusi Sjachsy.

Adapoen jang kami maksoedkan dengan Revolusi Pribadi itoe ialah peroebahan diri, peroebahan sifat dan thabi’at, peroebahan himmah dan semangat, peroebahan kehendak dan tjita-tjita, tegasnja: perobahan djiwa, peroebahan manoesia dalam erti ma’nawy dan ma’any, dlohir dan bathin.

Soenggoehpoen hal ini (Revolusi Pribadi), jang kemoedian bila soedah merata, akan meroepakan “Revolusi Ra’jat”, djarang sekali diseboet-seboet orang, tapi dalam pandangan dan pendapat kami, tidak koerang pentingnja dibanding dengan Revolusi Nasional dan Revolusi Sosial. Lebih-lebih lagi, karena Revolusi Ra’jat itoe mengenai dasar-dasar dan sendi-sendinja masjarakat dan chalajak ramai serta toelang-poeng-goeng pemerintahan negeri. Djaoehkan dan enjahkanlan sifat kolonialisme (sisa Belanda-isme) dan sifat fascisme (sisa Djepang-isme), dari diri kita, dari toeboehnja masjarakat dan chalajak ramai! Djadikanlah diri kita masing-masing mendjadi “Djiwa Merdeka” Djiwa, jang patoet mendjadi anggauta masjarakat jang merdeka! Djiwa, jang pantas mendjadi warga daripada sesoeatoe Negara jang Merdeka!

Dalam pandangan Agama Islam, tiadalah moengkin dibentoek djiwa merdeka, melainkan berdasarkan atas sesoetji-soetji Iman kepada Allah dan sebersih-bersih Tauhid, sepandjang adjaran Kitaboellah dan Soennah Rasoeloellah, Moehammad Clm. Oesaha mengoebah diri mendjadi “djiwa merdeka” adalah kewadjiban, jang diletakkan atas poendak tiap-tiap warga Negara, jang sadar dan insaf akan bangsa dan tanah airnja, teroetama atas warga Negara jang menamakan dirinja Moeslim atau Moe’min, jang telah mendapat panggilan soetji dari Agamanja.

Sebab, djika tiap-tiap warga Negara Indonesia telah dapat mengoebah dirinja men-djadi “Djiwa Merdeka”, tegasnja : djika Revolusi Ra’jat telah berlakoe atas dirinja. Insja Allah, tertoetoeplah djalan dan kemoengkinan bagi kaki pendjadjah jang mana poen djoega mengindjak tanah air kita, djangankan mengganggoe Kedaulatan Negara kita

*Halaman 5 dari 8 halaman (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar