Jumat, 11 Februari 2011

((GHADIR KHUM yang di distorsi )) Maka Ali Maula-nya (3) >> oleh: m iman taufiqurrahman


GHADIR KHUM
Yang di DISTORSI

من كنت مولاه فعلي مولاه
Barangsiapa yang menganggap saya mawla-nya,
maka Ali adalah mawla-nya.
Sabda Rasulullah SAW di Ghadir Khum.

  3- maka Ali adalah Maula’nya

Barangsiapa yang menganggap saya mawla-nya,
maka Ali adalah mawla-nya.
Ini adalah sabda Rasul di Ghadir Khum

Hadits itu terdapat dalam Musnad Ahmad 5/347 No. 22995. Syaikh Al-Arnauut mengatakan sanad hadits ini shahih sesuai dengan syarat Syaikhain, (An-Nasaa’i dalam Sunan al-Kubra 5/45 No. 8145), (Al-Hakim dalam al-Mustadrak 3/119 No. 4578), Abu Nu’aim, Ibnu Jarir dan yang lainnya. Tepat teks lengkapnya (lihat konteksnya) seperti berikut ini :
22995 – حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا الفضل بن دكين ثنا بن أبي عيينة عن الحسن عن سعيد بن جبير عن بن عباس عن بريدة قال Y غزوت مع علي اليمن فرأيت منه جفوة فلما قدمت على رسول الله صلى الله عليه و سلم ذكرت عليا فتنقصته فرأيت وجه رسول الله صلى الله عليه و سلم يتغير فقال يا بريدة ألست أولى بالمؤمنين من أنفسهم قلت بلى يا رسول الله قال من كنت مولاه فعلي مولاه K إسناده صحيح على شرط الشيخين

Buraidah ra meriwayatkan: “Saya menyerang Yaman dengan Ali dan saya melihat kekerasan hati dari dirinya, lalu ketika saya kembali menghadap Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan menyebut tentang Ali dan mengkritiknya, saya melihat wajah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berubah dan beliau berkata : “Ya Buraidah, Bukankah saya lebih dekat/lebih berhak atas orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri?” Saya jawab “Benar ya Rasulullah”, beliau berkata “Siapa yang menganggap aku Maula-nya maka Ali adalah Maula-nya juga”

Dalam versi lain yang sedikit berbeda :
Buraidah ra menceritakan : “Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mengirimku ke Yaman bersama Ali dan saya melihat kekerasan hati dari dirinya, ketika saya kembali dan saya komplain tentangnya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau mengangkat kepalanya kepadaku dan bersabda : “Ya Buraidah! Siapa yang menganggap aku Mawla-nya maka Ali adalah Mawla-nya juga”
 (Sunan al-Kubra 5/130 No. 8466, riwayat yang serupa dapat ditemukan dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah)

Tidak ada pernyataan Maula dalam hadits Ghadir Khum yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.  Dalam Hadits riwayat Bukhari ketika menyangkal Buraidah dengan pernyataan: “Beliau (Nabi shalallahu alaihi wassalam) berkata, “Ya Buraidah! Apakah kamu membenci Ali?” Saya menjawab, “Ya” Beliau berkata, “Apakah kamu membencinya, untuk dia berhak lebih dari itu mengambil dari Khumus.(Shahih Bukhari, Kitab Al-Maghazi, 5/163 No. 4350)
Maula’ dalam Hadits Ahmad itu diartikan oleh orang syi’ah sebagai  PEMIMPIN, sehingga kalau Rasul adalah Maula/  Pemimpin maka Ali adalah  maula/  Pemimpin juga.

Maula’ dalam bahasa Arab mengandung banyak makna (muhtamalul makna). Tetapi dari sekian banyak makna yang paling banyak digunakan adalah makna “PELAYAN” bukan pemimpin. Seorang mantan budak yang menjadi pelayan dan tidak mempunyai hubungan suku disebut sebagai seorang “Maula”, seperti Salim yang dipanggil Salim Maula Abu Hudzaifah karena dia adalah pelayan Abu Hudzaifah.

Dalam kamus bahasa Arab (ibnul Atsir) kata mawla bisa berarti:
الرب والمالك والمنعم والناصر والمحب والحليف والعبد والمعتق وابن العم والصهر
“Tuan, Yang Memiliki, Yang memberi nikmat, penolong, mencintai, sekutu, hamba/budak, orang yang memerdekakan budak, saudara sepupu, dan menantu.”

Al-Jazari berkata dalam al-Nihayah :
Kata Maula sering disebutkan di dalam hadits, dan ini adalah sebuah nama yang diterapkan pada banyak hal. Ini bisa merujuk pada seorang tuan, seorang pemilik, seorang pemimpin, seorang penolong, seorang budak yang merdeka, seorang pendukung, seorang yang mencintai sesama, seorang pengikut, seorang tetangga, saudara sepupu, seorang pendukung, saudara ipar, seorang budak, seorang yang telah berbuat baik. Sebagian besar makna-makna ini disebutkan dalam berbagai macam hadits, sehingga akan bisa dimengerti dalam aturan yang sedang diterapkan oleh konteks hadits dimana kata itu disebutkan.
Jika maula’ ini mengandung banyak arti, maka Rasulullah tidaklah mungkin menggunakan maula untuk menyatakan Ali adalah Imaam atau Khalifah setelah Rasulullah. Mengapa tidak menggunakan kata yang lebih Fasohah (jelas) untuk makna yang memiliki konsekwensi hukum, apalagi berkaitan dengan kepemimpinan ummat.

Apalagi jika di komparasikan dengan hadits lain yang menyatakan:
من كنت مولاه فعلي مولاه, اللهمّ والى من واله وعادى من عاداه
“Siapa yang menanggap aku sebagai maula-nya, maka Ali sebagai maula-nya, Ya Allah jadikan teman siapa saja yang jadi temannya dan jadikan musuh siapa saja yang memusuhinya” (Dari Abi Thufail yang dikeluarkan oleh Nasa’i dalam Khoshoish ‘Ali hal 15, Hakim (III/109), Ahmad (I/118), Ibnu ‘Abi ‘Ashim (1365), Thabrani (hal. 4969-4970).

Kata “Maula” di sini tidak dapat diartikan dengan “pemimpin”, tetapi terjemahan terbaik untuk kata “Maula” adalah “seorang teman yang dicintai”. Ini jelas bahwa “Maula” di sini merujuk pada cinta atau hubungan yang dekat, bukan khalifah dan imamah. Muwalat (Cinta) adalah lawan dari Mu’adat (kebencian/rasa permusuhan). Definisi kata “Maula” tersebut adalah yang paling masuk akal sehubungan dengan konteksnya, karena kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan tiba-tiba berkata “Ya Allah jadikan teman siapa saja yang jadi temannya dan jadikan musuh siapa saja yang memusuhinya”.

Imam Syafi’i berkata dalam hubungannya dengan kata Maula dalam hadits khusus Ghadir Khum ini: “Apa yang dimaksud dengan itu adalah ikatan (persahabatan, persaudaraan dan cinta) dalam Islam”.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an :
“Maka pada hari ini tidak diterima tebusan dari kamu dan tidak pula dari orang-orang kafir, tempat kamu ialah neraka, dialah tempat berlindungmu (Maula). Dan dia adalah sejahat-jahat tempat kembali.” (QS 57:15)

Lihat juga QS 47/11, dimana disana Allah menyatakan sebagai Maula (pelindung) orang beriman sementara orang kafir Laa maula lahu (tidak memiliki pelindung).

Pada ayat yang lain Allah berfirman : yaitu hari yang seorang karib (Maula) tidak dapat memberi manfaat kepada karibnya (Maulanya) sedikitpun.. (QS 44:41)
Kata Maula yang digunakan dalam hadits tersebut berarti sahabat atau karib; Dalam shahih Bukhari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Suku Quraisy, Al-Anshar, Juhaina, Aslam, Ghifar dan Asyja’ adalah para penolong terdekatku (Mawali), dan mereka tidak ada pelindung bagi mereka kecuali Allah dan Rasul-Nya”  

Apakah kata “Maula” di sini berarti Khalifah atau Imamah? Apakah berbagai suku Arab  tersebut sebagai khalifah atau Imam atas Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam? Tentu saja tidak. Yang lebih masuk akal adalah mereka sangat dekat dan mencintai Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan dengan begitu mereka sebagai Mawali (jamak dari maula).

Jadi makna Ali adalah Maula, adalah ajakan Rasulullah kepada orang beriman agar menjadikan Ali RA sebagai teman yang dicintai jangan dibenci, bukan pengumuman Imaamah pasca Rasulullah SAW.

Tulisan TERKAIT:
Tulisan ini:
Bersambung ke Tulisan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar