Selasa, 11 Januari 2011

PEMIMPIN PEMBOHONG oleh: Iman Yudanegara

PEMIMPIN PEMBOHONG
the end justifies the means
(tujuan dapat menghalalkan segala cara)

Dalam lapangan politik praktis prinsip Machivelistik diatas bukanlah jargon tetapi menjadi praktek berpolitik. Menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan sangatlah bertentangan dengan prinsip prinsip moral manusia dibelahan manapun. Apalagi dalam agama Islam terkenal dengan prinsip Lâ yutawashshalu ilal halal bil haram (Tidak diperkenankan menggunakan yang haram menuju yang halal).

Dalam Negara sekuler, yang merupakan kritik atas dominasi gereja, pada masa renaissance sangat dipengaruhi oleh prinsip-prinsip machiavelistik diatas. Terutama setelah keluar “The Principe II”. Dimana dalam buku itu Machivelis menulis Negara harus tegas . dipisahkan dengan asas asas moral. Kepala Negara tidak perlu bersikap jujur. Ia boleh bersikap seperti singa pada suatu ketika dan boleh bersikap seperti kancil  pada saat yang lain. Kalaupun nilai-nilai agama digunakan maka sekedar pura-pura. Penguasa boleh melakukan apa saja sepanjang untuk keperntingan dan tujuan Negara. (NEGARA HUKUM, hlm 28-29, M Thahir Azhary).

Dalam editorial media Indonesia Rabu, 12 Januari 2011 di ungkapkan akan adanya KRITIK PEMUKA AGAMA kepada Pemerintahan SBY. Sembilan pemuka agama, terdiri dari Syafii Maarif, Andreas A Yewangoe, Din Syamsuddin, Uskup D Situmorang, Biksu Pannyavaro, Salahuddin Wahid, I Nyoman Udayana Sangging, Franz Magnis Suseno, dan Romo Benny Susetyo, menganggap pemerintahan Presiden Yudhoyono telah gagal mengemban amanah rakyat. Sudah terlalu banyak kebohongan yang dilakukan pemerintah atas nama rakyat.

Kebohongan yang menjadi konsen para pemuka lintas agama yang muak akan perjalanan negri ini dibawah kepemimpinan SBY sangat tak terbantahkan. Memang kejujuran menjadi makhluq asing dipanggung politik.

TEMPO Interaktif, Jakarta - Sembilan orang aktivis dari berbagai lembaga swadaya masyarakat, hari ini, Senin 10 Januari 2011, mengeluarkan pernyataan bersama menyikapi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut mereka, pemerintahan Presiden SBY telah melakukan setidaknya sembilan kebohongan, baik yang dilakukan sejak lama maupun kebohongan baru.
yudi latif
"Untuk penegakan HAM, SBY juga berjanji menuntaskan kasus (pembunuhan) Munir tapi faktanya tidak ada perkembangan signifikan dalam kasusnya, begitu juga anggaran pendidikan yang 20 persen, masih termasuk gaji guru dan dosen yang seharusnya tidak," kata Direktur Reform Institute, Yudi Latief di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta.

Begitu juga dengan kasus yang berhubungan dengan lingkungan. Dalam kasus Lapindo, Newmont, dan Freeport, pemerintahan SBY juga dinilai belum berhasil menanganinya.

Para aktivis LSM juga mengungkapkan 9 kebohongan baru dari rezim SBY. Kebohongan itu antara lain mengenai kebebasan beragama dan persatuan bangsa dimana LSM mencatat banyak terjadi kasus kekerasan. Antara lain kebebasan pers, perlindungan terhadap TKI yang masih lemah, transparansi pemerintahan dan juga pemberantasan korupsi menjadi catatan pegiat LSM tersebut.

"Kasus rekening gendut dan penganiayaan aktivis (ICW) Tama Satrya Langkun juga belum tuntas," ujar Koordinator Kontras, Haris Azhar. Ia juga mencatat bahwa dalam perpolitikan SBY selalu mencintrakan diri dan partainya sebagai orang yang bersih.

Sementara itu aktivis Indonesia Corruption Watch, Tama S.Langkun mengungkapkan kebohongan baru pemerintah adalah dalam kasus mafia hukum dan pajak Gayus Tambunan. "Kapolri berjanji menuntaskan kasus plesiran terdakwa tapi sampai sekarang tidak pernah ada penjelasan ke publik tentang detail plesiran itu," katanya.

Terakhir adalah pembohongan tentang kedaulatan Negara Kesatuan RI dalam kasus tiga pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan. Menurut mereka, sampai saat ini tidak pernah diumumkan penjelasan atau hasil investigasi dari pemerintah atas masalah tersebut. (Tempo Interaktif)

Kalau kita lihat lebih seksama, maka kebohongan itu dilakukan secara masiv oleh para penyelenggara Negara baik EKSEKUTIF, LEGISLATIF dan YUDIKATIF. Kebohongan BERJAMA’AH.

Krisis kepemimpinan dinegara ini sudah sangat parah, jika BOHONG dilakukan secara bersama-sama. Bukanlagi Musyawarah untuk mufakat… tetapi berbohong untuk mufakat. Inilah yang menimbulkan prustasi akut untuk memulihkan kepercayaan rakyat atas penyelenggara Negara, sampai sampai Mantan Anggota Dewan Syuro Pengurus Besar Nadlatul Ulama (PBNU) Sholahuddin Wahid merasa khawatir dengan rendahnya kualitas integritas pemimpin. Ia menyebutkan pragmatisme pemimpin bakal menjebak negara dalam permasalahan peradaban yang berlarut-larut. “Masalah ini tidak dapat diselesaikan di generasi manapun,” tegasnya. (http://jakarta45.wordpress.com)

Ketika Pemerintah dikritik Tidak Berhasil oleh Megawati yang merupakan oposan pemerintah, Sudi sebagai MENSESKAB menjawab

"Kita lihat data dan fakta saja. Dunia melihat kita seperti itu, dan kenyataannya seperti itu," tegas dia di Jakarta, Senin 10 Januari 2011.

Sudi lantas menjabarkan sejumlah peningkatan-peningkatan yang diraih semasa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
"Angka pengangguran, angka kemiskinan menurun. Kita lihat angka ISHG Indonesia tertinggi di dunia. Kita lihat stabilitas moneter, stabilitas ekonomi, nyatanya seperti itu," jelas Sudi. "Negara-negara lain saya lihat pertumbuhan ekonominya malah menurun, bahkan ada yang negatif."

Pemerintah, menurut dia, tetap akan menyerahkan penilaian kepada pihak lain. "Tapi yang jelas kita lihat fakta dan data."

Bukan hanya statistik? "Bukan hanya statistik. Dunia melihat." (http://politik.vivanews.com/news/read/198492-dikritik--sudi-jabarkan-prestasi-pemerintah)
Pertanyaannya apakah rakyat ‘sudi mendengar jawaban Sudi ?, jika antrean raskin, JPS semakin banyak saja, apakah ini bukan data statistic?.
Jangan jangan angka angka statistic itu juga adalah REKAYASA, jika masalah hokum saja bisa direkayasa?
Bagaimana rakyat dapat PERCAYA?, jika para pemimpinnya sepakat untuk berbohong.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar